SpongeBob SquarePants

Rabu, 18 Juni 2014

Kalibrasi

Filosofi kalibrasi 
Bahwa setiap instrumen ukur harus dianggap tidak cukup baik sampai terbukti melalui kalibrasi dan atau pengujian bahwa instrumen ukur tersebut memang baik.

Definisi Kalibrasi
Kalibrasi adalah memastikan kebenaran nilai-nilai yang ditunjukan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran atau nilai-nilai yang diabadikan pada suatu bahan ukur dengan cara membandingkan dengan nilai konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar Nasional atau Internasional. Kalibrasi bisa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang terhubung dengan standar nasional maupun internasional bahan – bahan acuan tersertifikasi, serta mengikuti petunjuk didalam ISO/IEC 17025:2005. Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
Dengan kata lain:
Kalibrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat inspeksi, alat pengukuran dan alat pengujian dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.

Tujuan kalibrasi
  • Menentukan deviasi (penyimpangan) kebenaran nilai konvensional penunjukan suatu instrumen ukur.
  • Menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun Internasional.
  • Mencapai ketertelusuran pengukuran. Hasil pengukuran dapat dikaitkan/ditelusur sampai ke standar yang lebih tinggi/teliti (standar primer nasional dan / internasional), melalui rangkaian perbandingan yang tak terputus.  
  • Menentukan apakah peralatan masih layak digunakan sesuai dengan fungsinya. 
  • Deteksi, korelasi, melaporkan dan mengeliminasi setiap variasi keakuratan alat uji.

Manfaat Kalibrasi
  • Menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan spesefikasinya
  • Untuk mendukung sistem mutu yang diterapkan di berbagai industri pada peralatan laboratorium dan produksi yang dimiliki.
  • Bisa mengetahui perbedaan (penyimpangan) antara harga benar dengan harga yang ditunjukkan oleh alat ukur. 

Prinsip Dasar Kalibrasi
  • Obyek Ukur (Unit Under Test)
  • Standar Ukur (Alat standar kalibrasi, Prosedur/Metrode standar (Mengacu ke standar kalibrasi internasional atau prosedur yg dikembangkan sendiri oleh laboratorium yg sudah teruji (diverifikasi)
  • Operator / Teknisi ( Dipersyaratkan operator/teknisi yg mempunyai kemampuan teknis kalibrasi (bersertifikat)
  • Lingkungan yg dikondisikan (Suhu dan kelembaban selalu dikontrol, Gangguan faktor lingkungan luar selalu diminimalkan & sumber ketidakpastian pengukuran)

Kalibrasi diperlukan untuk:
  • Perangkat baru
  • Suatu perangkat setiap waktu tertentu
  • Suatu perangkat setiap waktu penggunaan tertentu (jam operasi)
  • Ketika suatu perangkat mengalami tumbukan atau getaran yang berpotensi mengubah kalibrasi
  • Ketika hasil observasi dipertanyakan
Kalibrasi pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat dikalibrasi sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan (melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan temperatur yang sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, terdapat direktorat metrologi yang memiliki standar pengukuran (dalam SI dan satuan-satuan turunannya) yang akan digunakan sebagai acuan bagi perangkat yang dikalibrasi. Direktorat metrologi juga mendukung infrastuktur metrologi di suatu negara (dan, seringkali, negara lain) dengan membangun rantai pengukuran dari standar tingkat tinggi/internasional dengan perangkat yang digunakan. Hasil kalibrasi harus disertai pernyataan “traceable uncertainity” untuk menentukan tingkat kepercayaan yang di evaluasi dengan seksama dengan analisa ketidakpastian.


Persyaratan Kalibrasi
  • Standar acuan yang mampu telusur ke standar Nasional / Internasional
  • Metoda kalibrasi yang diakui secara Nasional / Internasional
  • Personil kalibrasi yang terlatih, yang dibuktikan dengan sertifikasi dari laboratorium yang terakreditasi
  • Ruangan / tempat kalibrasi yang terkondisi, seperti suhu, kelembaban, tekanan udara, aliran udara, dan kedap getaran
  • Alat yang dikalibrasi dalam keadaan berfungsi baik / tidak rusak
Sistem manajemen kualitas memerlukan sistem pengukuran yang efektif, termasuk di dalamnya kalibrasi formal, periodik dan terdokumentasi, untuk semua perangkat pengukuran. ISO 9000 dan ISO 17025 memerlukan sistem kalibrasi yang efektif.


Prosedur Kalibrasi
1. Identifikasi alat yang dikalibrasi
2. Membuat jadwal kalibrasi ( Internal / External )
3. Menyiapkan alat / bahan
4. Melakukan kalibrasi
5. Membuat laporan kalibrasi
6. Evaluasi hasil kalibrasi
7. Sesuai standar
- Ya ( Mencatat / memasang label kalibrasi )
- Tidak ( Melakukan evaluasi data dampak dari penyimpangan alat ► Laporan ► Membuat laporan kerusakan ► Prosedur perbaikan alat )


Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan sistem kalibrasi
1. Daftar alat yang dikalibrasi
2. Manual alat yang dikalibrasi ( Standar / nilai bias alat yang diperbolehkan )
3. Personil kalibrasi yang terlatih ( Sertifikat dari laboratorium kalibrasi yang telah terakredirasi )
4. Jadwal kalibrasi alat
   - Internal (dilakukan sendiri).
   - External (dilakukan oleh pihak luar).
5. Laporan kalibrasi
6. Catatan alat yang telah dikalibrasi
7. Cek form kalibrasi
   - Nomor seri alat yang dikalibrasi
   - Personil kalibrasi
   - Cros cek alat ke lapangan


Ketentuan – Ketentuan Pokok Kalibrasi
Sifat Umum Alat Ukur
Alat ukur merupakan alat yang dibuat manusia sehingga ketidaksempurnaan adalah ciri utama. Ketidaksempurnaan dapat diketahui melalui istilah Rantai Kalibrasi. Istilah Rantai Kalibrasi antara lain:

1. Kepekaan (Sensitivity)
Kemampuan Alat ukur menerima, mengubah dan meneruskan isyarat sensor (dari sensor menuju ke bagian penunjuk, pencatat, atau pengolah data pengukuran). Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah, sesuai denagn prinsip kerja yang diterapkan.

2. Histerisis (Histerysis)
Perbedaan atau penyimpangan yang timbul sewaktu dilakukan pengukuran secara berkesinambungan dari dua arah yang berlawanan (mulai dari skala Nol sampai skala maksimum kemudian diulangi dari skala maksimum sampai skala Nol). Histerisis muncul karena adanya gesekan pada bagian pengubah alat ukur.

3. Keterbacaan (Readability)
Keterbacaan skala dengan penunjuk digitallebuh tinggi dibandingkan dengan keterbacaan skala dengan jarum penunjuk.

4. Kestabilan Nol (Zero Stability)
Suatu penyimpangan yang membesar tetapi dengan harga yang tetap atau berubah-ubah secara rambang tak stabil, dikarenakan ketidakkakuan system pemegang alat ukur atau benda ukur, kelonggaran system pengencang atau keausan sistem pemosisi.

5. Pengembangan (Floating)
Kadang-kadang terjadi pula jarum penunjuk dari alat ukur yang digunakan posisinya berubah-ubah. Atau kalau penunjuknya dengan sistem digital angka paling kanan atau angka terakhir berubah-ubah. Kejadian seperti ini dinamakan pengambangan. Kepekaan dari alat ukur akan membuat perubahan kecil dari sensor diperbesar oleh pengubah. Makin peka alat ukur makin besar pula kemungkinan terjadinya pengambangan. Untuk itu, bila menggunakan alat-alat ukur yang mempunyai jarum penunjuk pada skalanya atau penunjuk digital harus dihindari adanya kotoran atau getaran, juga harus digunakan metode pengukuran yang secermat mungkin.

6. Pergeseran (Shifting, Drift)
Pergeseran adalah penyimpangan yang terjadi dari harga-harga yang ditunjukkan pada skala atau yang tercatat pada kertas grafik padahal sensor tidak melakukan perubahan apa-apa. Kejadian seperti in sering disebut dengan istilah pergeseran, banyak terjadi pada alat-alatukur elektris yang komponen-komponennya sudah tua.

7. Kepasifan / Kelambatan Reaksi (Passivity) 
Kepasifan Kadang-kadang sewaktu dilakukan pengukuran terjadi pula bahwa jarum penunjuk skala tidak bergerak sama sekali pada waktu terjadi perbedaan harga yang kecil. Atau dapat dikatakan isyarat yang kecil dari sensor alat ukur tidak menimbulkan perubahan sama sekali pada jarum penunjuknya. Keadaan yang demikian inilah yang sering disebut dengan kepasifan atau kelambatan gerak alat ukur Untuk alat-alat ukur mekanis kalaupun terjadi kepasifan atau kelambatan gerak jarum penunjuknya mungkin disebabkan oleh pengaruh pegas yang sifat elastisnya kurang sempurnya. Pada alat ukur pneumatis juga sering terjadi kepasifan ini misalnya lambatnya reaksi dari barometer padahal sudah terjadi perubahan tekanan udara. Hal ini disebabkan volume udaranya terlalu besar akibat dari terlalu panjangnya pipa penghubung sensor dengan ruang perantara.


Selang kalibrasi
Pertanyaan yang sering muncul dalam program kalibrasi adalah tentang frekuensi kalibrasi. Alat yang sering digunakan tentu cenderung lebih sering dikalibrasi daripada alat yang jarang digunakan. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk instrumen berbasis elektronik, karena jarangnya digunakan justru cenderung merusak, karena itu alat harus dipanaskan setiap hari selama waktu tertentu.
Secara umum selang kalibrasi ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
  1. Kemantapan alat ukur / bahan ukur
  2. Rekomendasi pabrik
  3. Kecendrungan data rekaman kalibrasi sebelumnya
  4. Data rekaman perawatan dan perbaikan
  5. Lingkup dan beban penggunaan
  6. Kecenderungan keausan dan penyimpangan
  7. Hasil pengecekan silang dgn peralatan ukur lainnya
  8. Kondisi lingkungan
  9. Akurasi pengukuran yang diinginkan
  10. Bila peralatan tidak berfungsi dengan baik
Menyatakan selang kalibrasi dapat berupa waktu kalender misal sekali setahun, berupa waktu pakai misal 1000 jam pemakaian, berupa banyaknya pemakaian misal 1000 kali, dan berupa kombinasi dari cara tersebut tergantung mana yang lebih dulu tercapai.
Istilah dalam kalibrasi alat ukur :
1. Resolusi
Nilai skala terkecil / suatu ekspresi kuantitatif dari kemampuan alat penunjuk untuk perbedaan yang cukup berarti antara nilai yang terdekat dari jumlah yang ditunjukan.

2. Akurasi
Kemampuan dari alat ukur untuk memberikan indikasi kedekatan terhadap harga sebenarnya dari objek yang diukur.

3. Presisi
Kecenderungan data yang diperoleh dari perulangan mengindikasikan kecilnya simpangan ( deviasi ).
4. Reaptibility
Ukuran variasi statistic data yang dihasilkan bila pengukuran dilakukan oleh personal, perlengkapan, serta ruangan dengan kondisi yang lama.
5. Readability 
Kemampuan dari indra manusia dalam membaca data yang dihasilkan oleh suatu instrument.

Sumber- sumber yang mempengaruhi hasil kalibrasi
1. Prosedur
Kalibrasi harus dilakukan sesuai dengan prosedur standar yang telah diakui. Kesalahan pemahaman prosedur akan membuahkan hasil yang kurang benar dan tidak dapat dipercaya. Pengesetan sistem harus teliti sesuai dengan aturan pemakaian alat, agar kesalahan dapat dihindari.

2. Kalibrator
Kalibrator harus mampu telusur kestandar Nasional dan atau Internasional. Tanpa memiliki ketelusuran, hasil kalibrasi tidak akan diakui oleh pihak lain. Demikian pula ketelitian, kecermatan dan kestabilan kalibrator harus setingkat lebih baik dari pada alat yang dikalibrasi

3. Tenaga pengkalibrasi
Tenaga pengkalibrasi harus memiliki keahlian dan ketrampilan yang memadai, karena hasil kalibrasi sangat tergantung kepadanya. Kemampuan mengoperasikan alat dan kemampuan visualnya, umumnya sangat diperlukan, terutama untuk menghindari kesalahan yang disebabkan oleh peralak maupun penalaran posisi skala.

4. Periode kalibrasi
Periode kalibrasi adalah selang waktu antara satu kalibrasi suatu alat ukur dengan kalibrasi berikutnya. Periode kalibrasi tergantung pada beberapa faktor antara lain pada kualitas metrologis alat ukur tersebut, frekuensi pemakaian, pemeliharaan atau penyimpanan dan tingkat ketelitianya. Periode kalibrasi dapat ditetapkan berdasarkan lamanya pemakaian alat, waktu kalender atau gabungan dari keduanya.

5. Lingkungan
Lingkungan dapat menyebabkan pengaruh yang sangat besar terhadap kalibrasi terutama untuk mengkalibrasi kalibrator. Misalnya kondisi suhu, kelembabab, getaran mekanik medan listrik, medan magnetik, medan elektro magnetik, tingkat penerangan dan sebagainya.

6. Alat yang dikalibrasi
Alat yang dikalibrasi harus dalam keadaan maksimal, artinya dalam kondisi jalan dengan baik, stabil dan tidak terdapat kerusakan yang menggangu.

Hasil Kalibrasi antara lain:
  • Nilai Obyek Ukur
  • Nilai Koreksi/Penyimpangan
  • Nilai Ketidakpastian Pengukuran(Besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran, dievaluasi setelah ada hasil pekerjaan yang diukur & analisis ketidakpastian yang benar dengan memperhitungkan semua sumber ketidakpastian yang ada di dalam metode perbandingan yang digunakan serta besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran)
  • Sifat metrologi lain seperti faktor kalibrasi, kurva kalibrasi.

Sumber Sumber Kesalahan Pengukuran

Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu alat ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya hasil yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris obyek ukur. Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan. Lingkungan yang kurang tepat akan mengganggu jalannya proses pengukuran.
1. Kesalahan pengukuran karena alat ukur
Jika kesalahan dalam pengukuran tidak diperhatikan maka sifat-sifat merugikan ini tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya. 
2. Kesalahan pengukuan karena benda ukur
Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.

Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.

Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran.
3. Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur
Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi manusia, kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan skala ukur yang digunakan.
  1. Kesalahan Karena Kondisi Manusia
    Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh yang sederhana, misalnya pengukur diameter poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur mungkin
    badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi.
  2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan
    Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat. Kekurangtepatan metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
    Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.
  3. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur
    Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut, dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si pengukur yang kurang memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada waktu alat ukur sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang kurang memahami pembagian divisi dari skala ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil
    daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukurannya.

    Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran. Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang tepat sesuai dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-betul dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi juga diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur. Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu:
    1. Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran.
    2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara mengatasinya.
    3. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana memeliharanya.
4. Kesalahan karena faktor lingkungan
Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur bisa tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada muka sensor mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.
Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak banyak diberi lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang digunakan tentu sedikit banyak akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi lebih panas. Padahal, menurut standar internasional bahwa suhu atau temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20°C apabila temperatur ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu ditambah lampu-lampu penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah. Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.

Senin, 16 Juni 2014

Alat Ukur dan Pengukuran

Secara umum dikatakan bahwa pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan besaran standar. Agar dapat digunakan, maka besaran standar tersebut harus dapat didefinisikan secara fisik, tidak berubah karena waktu, dan harus dapat digunakan sebagai alat pembanding di mana saja, besaran standar tentunya memerlukan satuan-satuan dasar. Sistem metrik digunakan oleh hampir seluruh negara-negara industri dimana satuan dasarnya banyak mengikuti international system of units atau SI Units yang di dalamya dikenalkan bermacam-macam satuan dasar. Untuk dapat melakukan pengukuran dengan bantuan satuan dasar tersebut diperlukan alat ukur.

Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan sesuatu yang lain sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Dalam pengukuran, kita dapat menggunakan satu instrument (alat ukur) atau lebih untuk menentukan nilai dari suatu besaran fisis. Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pengukuran adalah memilih dan merangkai instrument secara benar dan dilanjutkan dengan pembacaan nilai secara tepat. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan. Alat ukur adalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau variabel fisis. Pada umumnya alat ukur dasar terbagi menjadi dua, yaitu alat ukur analog dan digital. Ada dua sistem pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital. Alat ukur analog memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya penunjukkan temperatur yang ditunjukkan oleh skala, petunjuk jarum pada skala meter, atau penunjukan skala elektronik. Alat ukur digital memberikan hasil pengukuran yang bernilai diskrit. Hasil pengukuran tegangan atau arus dari meter digital merupakan sebuah nilai dengan jumlah digit terterntu yang ditunjukkan pada panel display-nya.



Konstruksi Umum dan Alat Ukur 
Kita telah mengenal apa yang disebut dengan mistar atau penggaris, mistar ini ada yang terbuat dari kayu, ada yang dari pastik, dan yang paling baik terbuat dari besi stainless. Pada salah satu penampang lebar dari mistar tersebut biasanya dicantumkan angka-angka yang menunjukkan skala dari mistar. Dengan mistar ini kita dapat menentukan ukuran panjang sesuatu yang besarnya dapat dibaca langsung dari penunjukan skala yang ada pada mistar. Dengan mistar ini kita dapat menentukan ukuran panjang sesuatu yang besarnya dapat dibaca langsung dari penunjukan skala yang ada pada mistar. Dengan demikian mistar yang digunakan untuk mengukur panjang tersebut dapat dinamakan sebagai alat ukur. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa mistar merupakan alat ukur yang paling sederhana bila ditinjau adanya satuan dasar.
Geometri benda ukur biasanya begitu komplek sehingga dalam pengukuran diperlukan kombinasi cara dan bentuk pengukuran yang bermacam-macam. Dengan demikian diperlukan juga bermacam-macam alat ukur yang memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik dari alat-alat ukur inilah yang menyebabkan adanya perbedaan antara alat ukur yang satu dengan alat ukur lainnya. Karakteristik ini biasanya menyangkut pada konstruksi dan cara kerjanya. Secara garis besar, sebuah alat ukur mempunyai tiga komponen utama yaitu sensor, pengubah dan pencatat/penunjuk.
A. Sensor atau Peraba
Sensor merupakan bagian dari alat ukur yang menghubungkan alat ukur dengan benda atau objek ukur. Atau dengan kata lain sensor merupakan peraba dari alat ukur. Sebagai peraba dari alat ukur, maka sensor ini akan kontak langsung dengan benda ukur. Contoh dari sensor ini antara lain yaitu: kedua ujung dari mikrometer, kedua lengan jangka sorong, ujung dari jam ukur, jarum dari alat ukur kekasaran. Contoh-contoh sensor ini termasuk dalam kategori sensor mekanis. Pada alat-alat ukur optik juga memiliki sensor yaitu pada sistem lensanya. Ada juga sensor lain yaitu sensor pneumatis yang banyak terdapat dalam alat-alat ukur yang prinsip kerjanya secara pneumatis.
B. Pengubah
Ada satu bagian dari alat ukur yang sangat penting yang berfungsi sebagai penerus, pengubah atau pengolah semua isyarat yang diterima oleh sensor, yaitu yang disebut dengan pengubah. Dengan adanya pengubah inilah semua isyarat dari sensor diteruskan ke bagian lain yaitu penunjuk/pencatat yang terlebih dahulu diubah datanya oleh bagian pengubah. Dengan demikian pengubah ini mempunyai fungsi untuk memperjelas dan memperbesar perbedaan yang kecil dari dimensi benda ukur. Pada bagian pengubah inilah yang diterapkan bermacam-macam cara kerja, mulai dari cara kinematis, optis, pneumatis, sampai pada cara gabungan.
  1. Pengubah Mekanis
Cara kerja dari pengubah mekanis ini berdasarkan pada prinsip kinematis yang melakukan perubahan gerakan lurus (translasi) menjadi gerakan berputar (rotasi). Contohnya antara lain yaitu: sistem kerja roda gigi dan poros bergigi dari jam ukur (dial indicator), sistem kerja ulir dari mikrometer.
    • Eden-Rolt “Milionth” Comparator
Alat ini sangat cocok sekali untuk mengalibrasi blok ukur (gauge block) karena bisa diperoleh perbesaran yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena adanya kombinasi gerakan mekanis yang didukung dengan sistem pengubah optis.
    • Alat ukur pembanding Johanson mikrokator
Alat ini ditemukan oleh seorang insinyur bangsa Swedia yang kemudian dibuat oleh pabrik C.E. Johanson Ltd. Oleh karena itu disebut dengan nama Johanson Mikrokator. Pada bagian pengubah ini terdapat plat tipis dan jarum penunjuk yang diletakkan ditengah-tengahnya. Dari tengah-tengah ini plat tipis tersebut dipuntir dengan arah yang berlawanan sehingga berbentuk spiral kiri dan spiral kanan. Salah satu ujung plat tipis dipasang tetap pada batang pengatur, dan ujung yang lain pada lengan penyiku dimana lengan penyiku ini dihubungkan dengan batang pengukur. Dengan naik turunnya batang pengukur ini maka lengan penyiku akan bergerak ke kiri atau ke kanan. Dengan bergeraknya lengan penyiku ini maka pelat tipis yang berbentuk spiral tadi juga akan menjadi bertambah kuat atau bertambah lemah pilinannya. Bertambah kuat atau lemahnya pilinan ini akan menyebabkan jarum penunjuk bergerak. Perubahan gerak ini dapat dibaca pada skala, yang berarti juga perubahan dimensi dari objek ukur. Perbesaran alat ini mencapai 5000 kali.
    • Alat ukur pembanding Sigma Comparator
Alat ukur ini dibuat oleh Sigma Instrument Company. Bagian pengubah alat ini menggunakan sistem engsel yang bebas gesekan. Sistem engsel ini ditunjukkan oleh dua buah blok, blok tetap F dan blok bergerak M, yang kedua-duanya dihubungkan oleh tiga plat tipis secara menyilang. Apabila batang pengukur yang ada sensor pada ujungnya menyentuh objek ukur maka batang ukur akan bergerak dan akan menggerakkan bagian penekan. Bergeraknya bagian penekan ini akan menggerakkan blok M yang dihubungkan oleh lengan Y ke bagian silinder penunjuk r yang pada bagian penunjuk ini ada perantara pita tipis dari fosfor perunggu. Pada silinder penunjuk juga ada jarum penunjuk R yang menunjukkan skala pengukuran. Karena lengan Y bergerak akibat perubahan blok M maka silinder penunjuk juga bergerak yang akibatnya jarum R juga bergerak. Jika panjang jarum penunjuk R adalah H dan diameter dari silinder penunjuk adalah ha maka perbesaran pada tahap ini adalah H/h. Seandainya panjang lengan Y adalah L dan bergeraknya blok M adalah x maka perbesaran totalnya adalah L/X x H/1/2h.
Perlu ditambahkan di sini bahwa penekan yang ujungnya runcing dapat diatur jaraknya terhadap sumbu engsel dari blok M dan blok F dengan mengubah-ubah ikatan baut pengatur yang terikat pada poros pengukur. Pemasangan poros pengukur pada rumah ukur hanya menggunakan diafragma saja, sehingga kerugian gesekan dapat diatasi.

  1. Pengubah Mekanis Optis
Dalam alat ukur pembanding ini digunakan sistem pengubah gabungan yaitu pengubah mekanis dan pengubah optis. Pengubah mekanis berfungsi untuk menghasilkan perubahan jarak karena persentuhan sensor dengan objek ukur. Perubahan ini akan diperjelas melalui perbesaran optis. Pengubah optis di sini bekerja menurut prinsip optik, yaitu dengan menggunakan beberapa cermin atau lensa. Perubahan batang pengukur akan mengubah posisi kemiringan dari cermin. Kemiringan posisi pemantul cahaya ini mengakibatkan perubahan bayangan yang terjadi yang diproyeksikan ke layar kaca yang berskala.

  1. Pengubah Elektris
Kini sudah banyak alat-alat ukur yang cara kerjanya menggunakan sistem elektronik, di samping alat-alat ukur yang dioperasikan secara manual. Prinsip kelistrikan yang digunakan dalam pengubah elektris ini mempunyai fungsi untuk mengubah semua isyarat yang diterima oleh alat ukur (besaran yang tidak bersifat elektris) menjadi suatu besaran yang bersifat elektris. Dengan adanya prinsip kelistrikan maka besaran yang bersifat kelistrikan tersebut diolah dan diubah menjadi lebih jelas sehingga perubahan ini dapat dibaca pada skala alat ukur. Salah satu contoh dari pengubah elektris ini adalah pengubah yang bekerjanya dengan prinsip kapasitor.Timbulnya kapasitor karena adanya dua buah pelat metal yang berpenampang sama diletakkan berdekatan dengan jarak l. Besarnya kapasitas tergantung pada jarak l. Makin jauh jarak pelat maka kapasitasnya akan menjadi turun, sebaliknya makin dekat jarak pelat kapasitasnya makin naik. Bila silinder sensor menyentuh objek ukur tentu terjadi perubahan jarak antara pelat metal karena diubah oleh silinder tadi. Prinsip perubahan inilah yang digunakan oleh alat-alat ukur yang mempunyai pengubah mengikuti sistem elektris.

  1. Pengubah Optis
Dalam ilmu fisika dipelajari masalah optis dengan hukum-hukumnya. Prinsip-prinsip dalam optis inilah yang digunakan oleh alat-alat ukur yang mempunyai pengubah optis. Sebetulnya sistem optis di sini hanya berfungsi untuk membelokkan berkas cahaya dari objek ukur sehingga terjadi bayangan maya atau nyata yang ukurannya bisa menjadi lebih besar dari pada objek ukurnya. Dalam sistem optis kebanyakan menggunakan bermacam-macam lensa seperti cermin datar, lensa cekung dan cembung, lensa prisma, dan sebagainya. Contoh dari alat-alat ukur yang menggunakan pengubah sistem optis ini adalah: kaca pembesar, mikroskop, proyektor, teleskop, autokolimator, dan teleskop posisi.
    • Kaca Pembesar
Dengan alat ini seseorang dapat melihat langsung suatu objek yang diletakkan tepat pada fokusnya di mana yang dilihat mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada objek sesungguhnya.
    • Mikroskop
Penggabungan dua buah lensa pembesar menjadi satu sistem optis biasa disebut dengan mikroskop. Dengan demikian terdapat dua lensa yang berbeda, namanya, ada yang disebut dengan okuler (dekat dengan mata) dan ada yang disebut dengan objektif (dekat objek ukur).
    • Proyektor
Seperti halnya pada mikroskop, pada proyektor pun terdapat kombinasi sistem lensa yaitu lensa kondensor dan proyeksi. Tidak semua objek ukur mempunyai sifat tembus cahaya. Dengan bantuan sinar yang lewat melalui kondensor maka berkas cahayanya akan menyinari benda ukur yang diletakkan di antara kondensor dan proyeksi. Benda ukur yang tidak tembus cahaya ini akan menimbulkan bayangan yang gelap tapi latar belakangnya terang. Pemeriksaan bayangan dari benda ukur dilakukan di balik layar yang terbuat dari kaca buram.
    • Teleskop
Salah satu alat ukur optis yang dapat digunakan untuk melihat objek ukur yang relatif jauh letaknya yaitu yang biasa disebut dengan teleskop. Pada alat ini juga digunakan dua lensa yaitu okuler dan objektif. Bayangan atau berkas cahaya yang jauh difokuskan oleh objektif tepat pada fokusnya okuler. Dengan adanya lensa okuler maka bayangan sebagai hasil pembiasan objektif akan dibiaskan menjadi bayangan atau berkas yang sejajar. Hal ini menyebabkan bayangan dari objek ukur menjadi lebih jelas dilihat oleh mata.
    • Autokolimator
Autokolimator merupakan alat ukur optis yang menggunakan prinsip dasar dari teleskop. Kondensor di sini membuat berkas cahaya menjadi searah menuju ke suatu target yang berbentuk garis. Sebuah cermin semi reflektor yang kemiringannya 45 terhadap sumbu optis akan membuat target terletak pada sumbu optis dan tepat pada fokus objektif. Objektif di sini sering juga disebut dengan kolimator. Lensa objektif ini menyebabkan berkas yang keluar menjadi sejajar. Berkas yang sejajar ini dipantulkan kembali oleh cermin yang terletak pada jarak tertentu di depan autokolimator. Bila posisi cermin dimiringkan sedikit maka berkas cahaya diterima kembali oleh objektif, lalu difokuskan pada bidang fokus namun letaknya tidak tepat pada sumbu optis.Pada bagian okuler dilengkapi pula dengan mikrometer yang gunanya untuk mengetahui besarnya perubahan posisi. Dengan alat autokolimator ini bisa diperoleh hasil pengukuran dengan kemiringan maksimum 10 menit. Sedangkan kecermatan dari skala alat ukur optis ini adalah 0,1 detik. Perubahan posisi cermin terjadi karena ada perubahan posisi dari benda ukur.

  1. Pengubah Pneumatis
Kondisi aliran udara yang tertentu akan berubah bila area di mana udara itu lalu juga berubah (menjadi lebih sempit atau lebih luas). Prinsip inilah yang digunakan dalam alat ukur yang memakai pengubah sistem pneumatis. Jadi, pada sistem pneumatis kondisi aliran udara akan berubah bila celah antara objek ukur dengan sensor alat ukur di mana udara lalu juga mengalami perubahan. Untuk mengetahui perubahan ini digunakan cara yaitu pengukur perubahan tekanan dan kecepatan aliran udara. Dalam pengubah sistem pneumatis paling tidak terdapat tiga komponen yaitu:
1.      sumber udara tekan
2.      sensor sekaligus sebagai pengubah
3.      pengukur perubahan aliran udara
Ada dua macam sistem pengubah pneumatis yang biasa digunakan yaitu:
4.      sistem tekanan balik (back pressure system)
5.      sistem kecepatan aliran (flow velocity system)

7 New Quality Tools

7 New Quality Tools, atau sering disebut juga 7 management and planning (MP) tools, pertama kali digagas pada tahun 1972 ketika sekelompok insinyur dan ilmuwan Jepang yang tergabung dalam JUSE (Union of Japanese Scientists and Engineers) melihat perlunya alat untuk memetakan permasalahan secara terstruktur pada tingkatan manajemen menengah ke atas sehingga membantu pengambilan keputusan dan kelancaran komunikasi team kerja di lapangan yang sering berhadapan dengan permasalahan yang terjadi karena kompleksitas 7 Basic Quality Tools, seperti: check sheet, scatter diagram, fishbone diagram, pareto chart, flow charts, histogram, dan SPC. Mereka membentuk sebuah tim untuk meneliti dan mengembangkan alat-alat kendali kualitas baru, tidak semua alat-alat tersebut baru, namun merekalah yang pertama mengumpulkan dan memperkenalkannya. Alat-alat kendali kualitas baru tersebut adalah:
  1. affinity diagram,
  2. interrelationship diagram,
  3. tree diagram,
  4. matrix diagram,
  5. matrix data analysis,
  6. arrow diagram atau activity network diagram, dan
  7. PDPC (process decision program chart).
Karena alat-alat ini digunakan oleh tingkatan manajemen pada saat perencanaan, maka permasalahan yang dipecahkan lazimnya bersifat kualitatif menggunakan data verbal (karena belum ada data numerik) sehingga 7 New Quality Tools sering diklasifikasikan sebagai teknik-teknik kualitatif sebaliknya 7 Basic Quality Tools diklasifikasikan sebagai teknik-teknik kuantitatif. Tentu saja pengklasifikasian ini tidak tepat karena fishbone diagram dan flowchart adalah teknik kualitatif sementara matrix data analysis adalah teknik kuantitatif. Gambar 1 di bawah ini memperlihatkan bagaimana pengklasifikasian 7 Basic Quality Tools dan 7 New Quality Tools dalam teknik-teknik quality management.
qm-techniques

Gambar 1. Klasifikasi Teknik-Teknik Quality Management
Nayatani, et al. (1994) menjelaskan hubungan antara 7 Basic Quality Tools dan 7 New Quality Tools seperti dalam Gambar 2 di bawah ini.
old-new-7-tools


Gambar 2. Hubungan antara 7 Basic Quality Tools dan 7 New Quality Tools
Sifat 7 Basic Quality Tools adalah:
  • Mendefinisikan masalah setelah memperoleh data numerik.
  • Pendekatan analitis.
Sedangkan sifat 7 New Quality Tools  adalah:
  • Mendefinisikan masalah dengan data verbal (sebelum memperoleh data numerik).
  • Mengumpulkan ide dan memformulasikan rencana.

Gambar 2 memperlihatkan bagaimana keduanya saling melengkapi satu sama lain dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan kualitas. Mengumpulkan fakta-fakta menjadi data. Dengan keduanya, orang-orang dapat memilih apakah mau menyediakan data dalam bentuk numerik atau lisan. Tujuan akhirnya adalah mendapatkan informasi. Bagaimana pun menurut Nayatani, et al. (1994), informasi itu penting karena tanpa informasi, kita tidak akan memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan (memecahkan masalah yang berhubungan dengan kualitas). 
Seperti halnya 7 Basic Quality Tools, 7 New Quality Tools tetap mengacu kepada prinsip manajemen kualitas yaitu berbicara dengan fakta. Keduanya merupakan alat-alat yang mudah dipahami oleh orang-orang yang bekerja di bidang engineering maupun di luar bidang engineering dan tanpa memerlukan pendidikan tinggi untuk menguasainya.

Berikut penjelasan singkat mengenai 7 New Quality Tools.

1. Affinity Diagram

Affinity diagram adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan sejumlah besar gagasan, opini, masalah, solusi, dan sebagainya yang bersifat data verbal melalui sesi curah pendapat (brainstorming), kemudian mengelompokkannya ke dalam kelompok-kelompok yang sesuai dengan hubungan naturalnya. Metode ini diciptakan pada tahun 1960-an oleh Jiro Kawakita, seorang antropolog Jepang, sehingga sering disebut juga metode KJ (sesuai inisial penemunya, Kawakita Jiro).
Metode ini biasa digunakan untuk menentukan dengan akurat (pinpointing) masalah dalam situasi yang kacau (chaotic) dengan harapan dapat menghasilkan strategi solusi untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, metode ini membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam organisasi. Affinity diagram selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk membuat sebuah fishbone diagram. Gambar 3 di bawah ini adalah contoh affinity diagram.
affinity-diagram-b

Gambar 3. Contoh Affinity Diagram

2. Interrelationship Diagram

Interrelationship diagram (diagram keterkaitan masalah) adalah alat untuk menganalisis hubungan sebab dan akibat dari berbagai masalah yang kompleks sehingga kita dapat dengan mudah membedakan persoalan apa yang merupakan driver (pemicu terjadinya masalah) dan persoalan apa yang merupakan outcome (akibat dari masalah). Gambar 4 di bawah ini adalah contoh interrelationship diagram.
interrelationship-diagram

Gambar 4. Contoh Interrelationship Diagram

3. Tree Diagram

Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci. Tree Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang menjadi dua atau lebih, masing-masing cabang kemudian bercabang lagi menjadi dua atau lebih, dan seterusnya sehingga nampak seperti sebuah pohon dengan banyak batang dan cabang.
Tree Diagram  telah digunakan secara luas  dalam perencanaan, desain, dan pemecahan masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini biasa digunakan ketika suatu perencanaan dibuat, yakni untuk memecahkan sebuah tugas ke dalam item-item yang dapat dikelola (manageable) dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan suatu masalah juga menggunakan tree diagram untuk menemukan komponen rinci dari setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat ini disarankan jika risiko-risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree diagram lebih baik ketimbang interrelationship diagram untuk memecah masalah, yang  mana masalah tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu, gunakan alat  ini hanya untuk masalah-masalah yang  dapat dipecahkan secara hirarkis. Gambar 5 di bawah ini adalah contoh interrelationship diagram.
tree-diagram-example

Gambar 5. Contoh Tree Diagram

4. Matrix Diagram

Matrix diagram adalah alat yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan yang diperlukan untuk suatu perbaikan proses atau produk. Matrix diagram selalu terdiri dari baris dan kolom yang menggambarkan hubungan dua atau lebih faktor untuk mendapatkan informasi tentang sifat dan kekuatan dari masalah sehingga kita bisa mendapatkan ide-ide untuk memecahkan masalah. Gambar 6 di bawah ini adalah contoh-contoh matrix diagram.
contoh-matrix-diagram

Gambar 6. Contoh-Contoh Matrix Diagram

5. Matrix Data Analysis 

Matrix data analysis adalah alat yang digunakan untuk mengambil data yang ditampilkan dalam matrix diagram dan mengaturnya sehingga dapat lebih mudah diperlihatkan dan menunjukkan kekuatan hubungan antar variabel. Hubungan antara variabel data yang ditampilkan pada kedua sumbu diidentifikasi dengan menggunakan simbol-simbol untuk derajat kepentingan atau data numerik untuk evaluasi. Menurut Michalski (1997), alat ini paling sering digunakan sebagai tampilan karakteristik data untuk kepentingan pelaksanaan riset pasar dan menjelaskan produk dan jasa. Gambar 7 di bawah ini adalah contoh matrix data analysis.
matrix-data-analysis

Gambar 7. Contoh Matrix Data Analysis
Matrix data analysis disusun untuk kemudahan visualisasi dan perbandingan.  Konsepnya cukup sederhana, namun kompleks dalam pelaksanaannya (termasuk dalam pengumpulan data).

6. Activity Network Diagram

Activity network diagram adalah alat yang digunakan untuk merencanakan atau menjadwalkan proyek. Untuk menggunakannya, kita harus mengetahui urutan tugas-tugas beserta durasinya. Beberapa versi activity network diagram yang luas pemakaiannya adalah: CPM (critical path method), PERT (program evaluation and review technique), dan PDM (precedence diagram method). Gambar 8 di bawah ini adalah contoh activity network diagram.
activity-network-diagram

Gambar 8. Contoh Activity Network Diagram

7. PDPC (Process Decision Program Chart)

PDPC adalah diagram untuk memetakan rencana kegiatan beserta situasi yang mungkin terjadi sehingga PDPC bukan saja dibuat untuk tujuan pemecahan akhir dari suatu masalah, tetapi juga untuk menanggulangi kejutan risiko yang mungkin terjadi. Dengan kata lain PDPC digunakan untuk merencanakan skenario, jika pada situasi tertentu terjadi masalah, kita telah merencanakan bagaimana kemungkinan penyelesaian masalahnya sehingga kita siap untuk menanganinya. Gambar 9 di bawah ini adalah contoh PDPC.
pdpc-example

Gambar 9. Contoh Process Decision Program Chart (PDPC)

7 Alat Pengendalian Kualitas

Seorang ahli pengendalian kualitas statistik dari Jepang, Kaoru Ishikawa, percaya bahwa statistik mampu menyelesaikan 95% persoalan kualitas. Ishikawa menyarankan untuk meningkatkan  penggunaan statistik dengan jalan melatih semua orang dalam organisasi agar dapat menggunakan dan menguasai alat-alat statistik yang diperlukan untuk  pengendalian kualitas, seperti: bagan Pareto, diagram tulang ikan  (fishbone), histogram, dan sebagainya. Alat-alat statistik ini kemudian dikenal dengan nama 7 Tools yang dirancang sederhana agar dapat dipakai siapa saja, termasuk para pekerja yang berbekal pendidikan menengah.

kaoru-ishikawa
Kaoru Ishikawa (1915 – 1989)
Para praktisi dan akademisi yang menekuni bidang kualitas menggunakan nama
  • “The Old Seven”,
  • “The First Seven”,
  • “The Basic Seven”,
dan banyak nama lain untuk menyebut 7 Tools yang terdiri dari: 1. Check Sheet, 2. Scatter Diagram, 3. Fishbone Diagram, 4. Pareto Charts, 5. Flow Charts, 6. Histogram, dan 7. Control Charts, karena ada 7 Tools lain yang sering disebut New 7 Tools. Dalam posting ini, saya hanya membahas 7 Basic Quality Tools.

1. Check Sheet

Check sheet (lembar pemeriksaan) adalah lembar yang dirancang sederhana berisi daftar hal-hal yang perlukan untuk tujuan perekaman data sehingga pengguna dapat mengumpulkan data dengan mudah, sistematis, dan teratur pada saat data itu muncul  di lokasi kejadian. Data dalam check sheet baik berbentuk data kuantitatif maupun kualitatif dapat dianalisis secara cepat (langsung) atau menjadi masukan data untuk peralatan kualitas lain, misal untuk masukan data Pareto chart.
Gambar di bawah ini menunjukkan contoh check sheet yang digunakan untuk mengumpulkan data cacat per jam.
7-qc-tools-check-sheet
Gambar. Contoh Check Sheet
Dalam dunia pengendalian kualitas (quality control), check sheet adalah satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools). Dulu, saya tidak begitu peduli dengan check sheet ini, tapi berdasarkan pengalaman saya di atas ternyata alat ini cukup bermanfaat untuk kerja di lapangan. Dengan check sheet, saya mempunyai cara yang terstruktur untuk mengumpulkan data sebagai bahan untuk menilai proses atau sebagai masukan untuk analisis lain.
Dari deskripsi di atas, check sheet dapat didefiniskan sebagai lembar yang dirancang sederhana berisi daftar hal-hal yang perlukan untuk tujuan perekaman data sehingga pengguna dapat mengumpulkan data dengan mudah, sistematis, dan teratur pada saat data itu muncul  di lokasi kejadian. Data dalam check sheet baik berbentuk data kuantitatif maupun kualitatif dapat dianalisis secara cepat (langsung) atau menjadi masukan data untuk peralatan kualitas lain, misal untuk masukan data Pareto chart. 

Kapan check sheet digunakan?
Kapan kita menggunakan check sheet? Menurut Tague (2005) adalah sebagai  berikut:
  • Ketika data dapat diamati dan dikumpulkan berulang kali oleh orang yang sama atau di lokasi yang sama.
  • Ketika mengumpulkan data mengenai frekuensi atau pola kejadian, masalah, cacat, lokasi cacat, penyebab cacat, dan sebagainya.
  • Ketika mengumpulkan data proses produksi.
Prosedur check sheet
Prosedur check sheet yang diuraikan oleh Tague (2005) adalah sebagai  berikut:
  • Menentukan kejadian atau permasalahan apa yang akan diamati, kemudian kembangkan definisi operasional.
  • Menentukan kapan data akan dikumpulkan dan berapa lama.
  • Merancang form isi sedemikian rupa sehingga data dapat direkam dengan hanya memberikan tanda cek (V) atau tanda silang (X) atau simbol serupa sehingga data tidak perlu diperbanyak ulang untuk analisis.
  • Memberikan etiket setiap daerah kosong pada form.
  • Menguji check sheet secara singkat untuk memastikan ketepatan check sheet dalam mengumpulkan data yang diinginkan, juga memastikan apakah check sheet mudah digunakan atau tidak?
  • Merekam data  pada check sheet setiap kali ditemukan kejadian atau masalah yang ditargetkan.

Fungsi check sheet dalam pengendalian kualitas
Menurut Ishikawa (1982), check sheet memiliki fungsi sebagai berikut:
  • Pemeriksaan  distribusi proses produksi (production process distribution checks)
  • Pemeriksaan item cacat (defective item checks)
  • Pemeriksaan lokasi cacat (defective location checks)
  • Pemeriksaan penyebab cacat (defective cause checks)
  • Pemeriksaan konfirmasi pemeriksaan (check-up confirmation checks)
  • Dan lain-lain.

2. Scatter Diagram

Scatter diagram (diagram pencar) adalah grafik yang menampilkan sepasang data numerik pada sistem koordinat Cartesian, dengan satu variabel pada masing-masing sumbu, untuk melihat hubungan dari kedua variabel tersebut. Jika kedua variabel tersebut berkorelasi, titik-titik koordinat akan jatuh di sepanjang garis atau kurva. Semakin baik korelasi, semakin ketat titik-titik tersebut mendekati garis.
Gambar di bawah ini menunjukkan contoh scatter diagram yang digunakan untuk melihat sejauh mana temperatur mempengaruhi defect. Tampak bahwa ada korelasi antara temperatur dan defect, di mana semakin tinggi temperatur semakin rendah jumlah defect, ini mungkin karena proses warm-up  mesin yang kurang.
7-qc-tools-scatter-diagram
Gambar. Contoh Scatter Diagram



Kapan menggunakan scatter diagram :
  • Ketika memiliki pasangan data numerik
  • Ketika variabel terikat mungkin memiliki beberapa nilai untuk setiap nilai variabel bebas
  • Ketika ingin menetpakan apakah kedua variabel berhubungan, semisal
  1. Mencoba mengidentifikasi kemungkinan penyebab utama masalah
  2. Setelah brainstorm sebab-akibat dengan diagram tulang ikan, untuk menetapkan secara objektif apakah ada hubungan antara penyebab tertentu dan hasil
  3. Ketika menentukan apakah dua hasil yang terlihat berhubungan keduanya terjadi dengan penyebab yang sama
  4. Ketika menguji untuk korelasi otomatis sebelum menyusun peta kendali
Prosedur membuat scatter diagram :
  1. Kumpulkan pasangan data di mana diduga memiliki hubungan 
  2. Gambar grafik dengan variabel bebas pada sumbu horizontal dan variabel terikat apda sumbu vertikal. Untuk tiap pasang data, beri titik atau simbol di mana nilai sumbu x memotong sumbu y. (Jika dua titik terletak sama, letakkan keduanya bersebelahan, bersentuhan, sehingga keduanya bisa terlihat)
  3. Cari pola titik untuk melihat apakah hubungannya jelas. Jika data dengan jelas membentuk garis atau kurva, anda boleh berhenti. Variabelnya berkorelasi. Anda mungkin ingin menggunakan regresi atau analisis korelasi sekarang. Jika tidak, lanjutkan langkah 4 hingga 7.
  4. Bagi titik-titik pada grafik menjadi 4 kuadran. Jika ada titik sebanyak X pada grafik
    • Hitung X/2 titik dari atas ke bawah dan gambar garis horizontal
    • Hitung X/2 titik dari kiri ke kanan dan gambar garis vertikal
    • Jika jumlah titiknya ganjil, gambar garis melalui titik tengah
  5. Hitung titik di tiap kuadran. Jangan hitung titik yang terletak di garis.
  6. Jumlahkan kuadran yang berseberangan secara diagonal. Temukan jumlah yang lebih sedikit dan total titik di seluruh kuadran.
    • A = Titik di kiri atas + titik di kanan bawah
    • B = Titik di kanan atas + titik di kiri bawah
    • Q =  Yang lebih kecil antara A dan B
    • N = A + B
  7. Cari batas N pada tabel uji kecenderungan
    • Jika Q kurang dari batas, kedua variabel berhubungan
    • Jika Q sama atau lebih besar daripada batas, polanya mungkin terjadi dari kemungkinan acak.
Tabel uji kecenderungan

3. Fishbone Diagram

Fishbone diagram (diagram tulang ikan) sering disebut juga diagram Ishikawa atau cause–and–effect diagram (diagram sebab-akibat). Fishbone diagram adalah alat untuk mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau  masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming.
Gambar di bawah ini menunjukkan contoh bentuk fishbone diagram dengan manpower, machinery, material, dan methods sebagai kategori. Kategori ini hanya contoh, anda bisa menggunakan kategori lain yang dapat membantu mengatur gagasan-gagasan. Sebaiknya tidak ada lebih dari 6 kategori.
7-qc-tools-fishbone-diagram
Gambar. Contoh Fishbone Diagram 
Fishbone diagram digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah dan terutama ketika sebuah team cenderung jatuh berpikir pada rutinitas (Tague, 2005, p. 247). 
Suatu tindakan dan langkah improvement akan lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar  penyebab masalah sudah ditemukan. Manfaat fishbone diagram ini dapat menolong kita untuk menemukan akar penyebab masalah secara user friendly, tools yang user friendly  disukai orang-orang di industri manufaktur di mana proses di sana terkenal memiliki banyak ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan (Purba, 2008, para. 1–6). 
Fishbone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau  masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming.

Langkah menerapkan Fishbone diagram :
  1.     Menyiapkan sesi sebab-akibat
  2.     Mengidentifikasi akibat
  3.     Mengidentifikasi berbagai kategori
  4.     Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran
  5.     Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
  6.     Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin

Penggunaan diagram tulang ikan ini ternyata memiliki manfaat yang lain yaitu bermanfaat sebagai perangkat proses belajar diri, pedoman untuk diskusi, pencarian penyebab permasalahan, pengumpulan data, penentuan taraf teknologi, penggunaan dalam berbagai hal dan penanganan yang kompleks.  


Manfaat Fishbone diagram :
  1. Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan kualitas produk atau jasa, lebih efisien dalam penggunaan sumber daya, dan dapat mengurangi biaya
  2. Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk atau jasa dan keluhan pelanggan
  3. Dapat membuat suatu standardisasi operasi yang ada maupun yang direncanakan
  4. Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam kegiatan pembuatan keputusan dan melakukan tindakan perbaikan 

4. Pareto Chart

Pareto chart (bagan pareto) adalah bagan yang berisikan diagram batang (bars graph) dan diagram garis (line graph); diagram batang memperlihatkan klasifikasi dan nilai data, sedangkan diagram garis mewakili total data kumulatif. Klasifikasi data diurutkan dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Ranking tertinggi merupakan masalah prioritas atau masalah yang terpenting untuk segera diselesaikan, sedangkan ranking terendah merupakan masalah yang tidak harus segera diselesaikan.
Prinsip pareto chart  sesuai dengan hukum Pareto yang menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pareto chart mengidentifikasi 20% penyebab masalah vital untuk mewujudkan 80% improvement secara keseluruhan. Gambar di bawah ini menunjukkan contoh pareto chart.
7-qc-tools-pareto-chart
Gambar. Contoh Pareto Chart



Kegunaan diagram pareto
  1. Membantu suatu tim untuk terpusat pada penyebab yang akan mengharilkan dampak terbesar jika diselesaikan
  2. Menampilkan kepentingan relatif dari problem dalam format visual yang sederhana dan dapat diinterpretasi dengan cepat.
  3. Membantu mencegah 'mengalihkan permasalahan' di mana 'solusi' menghilangkan beberapa penyebab namun memperburuk yang lain
  4. Kemajuan diukur dalam format yang sangat terlihat yang menyediakan insentif untuk mendorong lebih banyak peningkatan
  5. Analisis pareto dapat digunakan dalam penerapan peningkatan kualitas manufaktur atau nonmanufaktur

Langkah-langkah menyusun diagram pareto
  1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya ber­dasarkan masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya
  2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik‑karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya
  3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.
  4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yaang terbesar hingga yang terkecil.
  5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang diguna­kan.
  6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian. 

5. Flow Charts  

Proses di lingkungan industri pada umumnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berulang. Setiap siklus kegiatan tersebut biasanya dapat dipecahkan ke dalam beberapa langkah kecil. Dari uraian langkah-langkah tersebut, kita dapat mencari langkah mana saja yang bisa kita perbaiki (improve). Langkah-langkah tersebut akan lebih mudah dimengerti jika kita menggambarkannya dalam suatu bagan yang dikenal dengan istilah: flowchart atau bagan alir. Dr. Deming, orang yang ikut andil memajukan kualitas barang-barang Jepang, pernah berkata :

“Draw a flowchart for whatever you do. Until you do, you do not know what you are doing, you just have a job” — Dr. W. Edwards Deming.
Flow charts (bagan arus) adalah alat bantu untuk memvisualisasikan proses suatu penyelesaian tugas secara tahap-demi-tahap untuk tujuan analisis, diskusi, komunikasi, serta dapat membantu kita untuk menemukan wilayah-wilayah perbaikan dalam proses.
7-qc-tools-flow-charts
Gambar. Contoh Flow Charts


Pentingnya flowchart juga menjadi perhatian Dr. Kaoru Ishikawa, tokoh kualitas Jepang, dengan menjadikan alat ini sebagai salah satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools) yang harus dikuasai oleh para anggota gugus kendali kualitas (quality control circle). Dalam dokumen standar internasional keluaran ISO, flowchart didefinisikan sebagai:
  1. A graphical representation of a process or the step-by-step solution of a problem, using suitably annotated geometric figures connected by flowlines for the purpose of designing or documenting a process or program  (ISO/IEC 2382-1:1993 Information technology–Vocabulary–Part 1: Fundamental terms, 01.05.06).
  2. Graphical representation of the definition, analysis, or method of solution of a problem in which symbols are
    used to represent operations, data, flow, equipment, etc. (ISO 5807:1985 Information processing — Documentation symbols and conventions for data, program and system flowcharts, program network charts and system resources charts, 3.3).
  3. A control flow diagram in which suitably annotated geometrical figures are used to represent operations, data, or equipment, and arrows are used to indicate the sequential flow from one to another (ISO/IEC/IEEE 24765:2010 Systems and software engineering–Vocabulary).
Jadi, flowchart adalah diagram yang menyatakan aliran proses dengan menggunakan  anotasi bidang-bidang geometri, seperti lingkaran, persegi empat, wajik, oval, dan sebagainya untuk merepresentasikan langkah-langkah kegiatan beserta urutannya dengan menghubungkan masing masing langkah tersebut menggunakan tanda panah.
Awal Penggunaan Flowchart
Kalau anda pernah mempelajari teknik industri atau scientific management mungkin anda sudah tidak asing dengan nama Frank Bunker Gilbreth, dia lah orang yang pertama kali memperkenalkan sebuah metode terstruktur untuk mendokumentasikan aliran proses yang sering disebut flow process chart di hadapan para anggota ASME (American Society of Mechanical Engineers) pada tahun 1921 dengan presentasi berjudul “Process Charts—First Steps in Finding the One Best Way“. Dalam presentasi Gilbreth tersebut terdapat puluhan simbol yang kemudian pada tahun-tahun berikutnya disederhanakan menjadi empat macam simbol , yaitu:

O untuk kegiatan operasi

M untuk kegiatan pemindahan atau transportasi

I untuk kegiatan pemeriksaan atau inspeksi

S untuk penyimpanan
Kemudian pada tahun 1947, simbol-simbol dalam flow process chart milik Gilbreth digunakan oleh ASME ketika mereka menerbitkan standar pertama untuk simbol-simbol pemetaan proses, yang kemudian berkembang menjadi ANSI Y15.3M, yaitu sebuah standar yang dibuat oleh American National Standard Institute (ANSI) untuk pemetaan operasi dan aliran proses (operation and flow process charts standard).

Dalam standar ANSI Y15.3M ini terdapat lima macam simbol yang merupakan modifikasi simbol Gilbreth, yang mana lingkaran kecil diganti dengan anak panah untuk kegiatan transportasi dan menambah simbol baru untuk kejadian menunggu (delay). Berikut standar simbol-simbol tersebut:

O Lingkaran besar untuk kegiatan operasi (operation/handling), misalnya: memaku, mengebor, mengetik, dll.

M Blok panah untuk kegiatan pemindahan (transportation/move), misalnya: memindahkan material dengan forklift, mengangkat barang dengan crane, memindahkan barang dengan tangan, dll.

I Segi empat untuk kegiatan pemeriksaan (inspection), misalnya: menguji kualitas material, membaca skala pengukur tekanan, meneliti informasi tertulis, dll.

S Segi tiga terbalik untuk penyimpanan (storage), misalnya: tumpukan raw material di gudang, barang jadi  di staging area, penyimpanan surat-surat, dll.

D Huruf D besar untuk kejadian menunggu (delay), misalnya: material dalam trolley  menunggu diproses lebih lanjut, menunggu elevator, surat-surat menunggu untuk diarsipkan, dll.
Simbol-Simbol Flowchart yang Umum Digunakan
Simbol-simbol flowchart yang digunakan Gilbreth kurang dikenal secara umum.  Ini mungkin karena meluasnya penggunaan Microsoft Office, yang mana Microsoft Office merujuk simbol-simbol dasar flowchart kepada simbol-simbol  flowchart untuk pengolahan data (data processing). Sejauh yang saya tahu simbol-simbol ini sama persis  dengan template yang digunakan IBM pada 1960-an untuk simbol flowchart pengolahan data. Berikut bentuk simbol-simbol tersebut:

Terminator, simbol untuk menunjukkan awal atau akhir dari aliran proses. Umumnya, diberi kata-kata ‘Start’, ‘End’, ‘Mulai’, atau ‘Selesai’.

Process Process, simbol untuk menunjukkan sebuah langkah  proses atau operasi. Umumnya, menggunakan kata kerja dalam deskripsi yang singkat dan jelas.

Direction Connector, tanda panah yang menunjukkan arah aliran dari satu proses ke proses yang lain.

 Decision Decision, simbol untuk menunjukkan sebuah langkah  pengambilan keputusan. Umumnya, menggunakan bentuk pertanyaan, dan biasanya jawabannya terdiri dari ‘yes’ dan ‘no’ atau ‘ya’ dan ‘tidak’  yang menentukan bagaimana alur dalam flowchart berjalan selanjutnya berdasarkan kriteria atau pertanyaan tersebut.

Sub-process Sub-process, simbol untuk menunjukkan bahwa dalam langkah yang dimaksud terdapat flowchart lain yang menggambarkan langkah tersebut lebih  rinci.

Document Document, simbol untuk menunjukkan proses atau keberadaan dokumen.

I/O Input/Output, simbol untuk menunjukkan data yang menjadi input  atau output proses.

On-page Reference Connector (On-page), simbol untuk menunjukkan hubungan simbol dalam flowchart sebagai pengganti garis untuk menyederhanakan bentuk saat simbol yang akan dihubungkan jaraknya berjauhan dan rumit jika dihubungkan dengan garis.

Off-page Reference Off-page Connector, fungsinya sama dengan Connector, akan tetapi digunakan untuk menghubungkan simbol-simbol yang berada pada halaman yang berbeda. Label untuk Connector dapat menggunakan huruf dan Off-page Connector menggunakan angka.
Simbol-simbol yang diperlihatkan di atas adalah sebagian standar simbol-simbol yang disepakati dan banyak digunakan dibeberapa belahan dunia, mungkin saja organisasi atau perusahaan tempat anda bekerja mempunyai standar simbol sendiri, hal yang terpenting kita harus menyepakati simbol yang digunakan agar tidak terjadi konflik saat dikomunikasikan.

6. Histogram

Histogram adalah alat seperti diagram batang (bars graph) yang digunakan untuk menunjukkan distribusi frekuensi. Sebuah distribusi frekuensi menunjukkan seberapa sering setiap nilai yang berbeda dalam satu set data terjadi. Data dalam histogram dibagi-bagi ke dalam kelas-kelas, nilai pengamatan dari tiap kelas ditunjukkan pada sumbu X.

Teori mengatakan bahwa distribusi yang normal, yaitu yang kebanyakan datanya mendekati nilai rata-rata akan ditunjukan oleh histrogram yang berbentuk lonceng, seperti contoh gambar di bawah ini. Tapi jika histogram serong ke kiri atau ke kanan berarti kebanyakan data berkumpul dekat batas toleransi suatu pengukuran sehingga ada kemungkinan data tidak normal (ada masalah ketika pengukuran, atau bahkan ada masalah dalam proses). Untuk memastikan data normal atau tidak sebaiknya menggunakan metode uji kenormalan data, seperti Kolmogorov-Smirnov test atau Anderson-Darling normality test.
7-qc-tools-histogram
Gambar. Contoh Histogram

Apa yang dilakukan histogram:
  1. Menunjukkan data dalam jumlah besar yang susah diinterpretasikan dalam bentuk tabular
  2. Menampilkan frekuensi relatif terhadap kejadian berbagai nilai data
  3. Menunjukkan pemusatan, variasi dan bentuk data
  4. Menggambarkan secara cepat distribusi data
  5. Menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi performa masa depan dari suatu proses
  6. Membantu mengindikasi jika ada terjadi perubahan dalam proses
  7. Membantu menjawab pertanyaan 'apakah proses mampu memenuhi persyaratan?'

Langkah menyusun histogram:
  1. Menentukan batas-batas observasi, misalnya perbedaan antara nilai terbesar dan terkecil
  2. Memilih kelas-kelas atau sel-sel. Biasanya, dalam menentukan banyaknya kelas, apabila n menunjukkan banyaknya data, maka banyaknya kelas ditunjukkan dengan √n.
  3. Menentukan lebar kelas-kelas tersebut. Biasanya, semua kelas mempunyai lebar yang sama. Lebar kelas ditentukan dengan membagi range dengan banyaknya kelas.
  4. Menentukan Batas-Batas kelas. Tentukan banyaknya observasi pada masing-masing kelas dan yakinkan bahwa kelas-kelas tersebut tidak saling tumpang tindih.
  5. Menggambar frekuensi histogram dan menyusun diagram batangnya.
Interpretasi histogram
Ketika digabungkan dengan konsep kurva normal dan pengetahuan terhadap suatu proses tertentu, histogram menjadi alat yang efektif dan praktis dalam tahapan awal analisis data. Histogram dapat diinterpretasikan dengan menanyakan tiga pertanyaan :
  1. Apakah proses yang dilakukan dalam batas spesifikasi ?
  2. Apakah proses kelihatannya menghasilkan variasi yang luas ?
  3. Jika tindakan perlu diambil dalam proses, tindakan apa yang pantas ?
Jawaban dari tiga pertanyaan tersebut berada dalam analisis tiga karakteristik histogram
  1. Seberapa terpusat histogram ?
    • Pemusatan data menyediakan informasi mengenai proses yang ditujukan dalam suatu arti atau nilai nominal
  2. Seberapa luas histogram ?
    • Melihat luas histogram mendefiniskan variasi proses mengenai tujuan
  3. Apa bentuk histogram ?
    • Ingat bahwa data diharapkan berbentuk normal atau kurva lonceng. Perubahan signifikan apa pun atau anomali biasanya mengindikasikan adanya sesuatu yang terjadi dalam proses yang menyebabkan masalah kualitas

7. Control Chart

Control chart atau peta kendali adalah peta yang digunakan untuk mempelajari bagaimana proses perubahan dari waktu ke waktu. Data di-plot dalam urutan waktu. Control chart selalu terdiri dari tiga garis horisontal, yaitu:
  • Garis pusat (center line), garis yang menunjukkan nilai tengah (mean) atau nilai rata-rata dari karakteristik kualitas yang di-plot-kan pada peta kendali.
  • Upper control limit (UCL), garis di atas garis pusat yang menunjukkan batas kendali atas.
  • Lower control limit (LCL), garis di bawah garis pusat yang menunjukkan batas kendali bawah.
Garis-garis tersebut ditentukan dari data historis, terkadang besarnya UCL dan LCL ditentukan oleh confidence interval dari kurva normal. Dengan control chart,  kita dapat menarik kesimpulan tentang apakah variasi proses konsisten (dalam batas kendali) atau tidak dapat diprediksi (di luar batas kendali karena dipengaruhi oleh special cause of variation, yaitu variasi yang terjadi karena faktor dari luar sistem).
7-qc-tools-spc
Gambar. Contoh Control Charts

Sebelum memasuki permasalahan inti mengenai control chart atau peta kendali, pertama-tama bahas soal variasi dulu. Variasi adalah fenomena alami. Variasi mungkin cukup besar dan mudah dikenali (tinggi badan) atau mungkin sangat kecil dan susah dikenali dengan inspeksi visual (berat pena ball poin). Ketika variasinya sangat kecil, bendanya mungkin terlihat identik, tetapi instrumen yang presisi akan menunjukkan perbedaannya.
Dalam manufaktur ada tiga kategori variasi :
  1. Variasi dalam bagian
  2. Variasi antar bagian
  3. Variasi dari waktu ke waktu
Hal ini juga berlaku dalam situasi nonmanufaktur. Dalam proses manufaktur variasi terjadi karena :
  • peralatan
  • material
  • operator
  • lingkungan
  • inspeksi atau pengukuran
Faktor yang sama mengarah ke variasi dalam proses non manufaktur. Penyebab variasi ada dua, yaitu penyebab umum variasi , atau kemungkinan acak, dan penyebab khusus variasi atau yang dapat ditentukan.

Penyebab umum variasi (kemungkinan acak)
Penyebab variasi tersebut melekat dalam suatu proses. Pada dasarnya mereka adalah penyebab acak. Jumlahnya kecil dan sangat susah dideteksi atau diidentifikasi. Sering kali penyebab umum variasi atau kemungkinan acak antara tidak mungkin atau sangat mahal untuk dihilangkan. Jika suatu porses memiliki variasi hanya karena penyebab kemungkinan acak, proses ini disebabkan berada dalam kendali statistik. Proses semacam itu juga disebut proses stabil.

Penyebab khusus variasi (dapat ditentukan)
Proses mungkin dari waktu ke waktu mengalami variasi tambahan, yang biasanya besar dan disebabkan oleh beberapa faktor luar. Misalnya material bawah standar dari penyedia, mesin yang diset salah, atau penggunaan alat yang salah. Jika penyebab khusus variasi ada dalam suatu proses, proses itu disebut di luar kendali.
Lalu, bagaimana kita tahu ketika suatu proses beroperasi di bawah penyebab khusus variasi ? Dengan kata lain, bagaimana kita tahu jika sebuah proses berada di luar kendali ? Jawabannya adalah control chart atau peta kendali.
Peta kendali merupakan grafik yang digunakan untuk mempelajari bagaimana proses berubah seiring waktu. Data digambarkan menurut urutan waktu. Peta kendali selalu memiliki garis tengah untuk rata-rata, garis atas untuk batas kendali atas dan garis bawah untuk batas kendali bawah. Garis tersebut ditentukan dari data masa lampau. Dengan membandingkan data saat ini dengan garis tersebut, anda dapat menarik kesimpulan apakah variasi proses konsisten (dalam kendali) atau tidak dapat diprediksi (di luar kendali, dipengaruhi penyebab khusus variasi). Peta kendali juga memberi tahu kita kapan untuk membiarkan prosesnya saja atau kapan untuk mulai mencari penyebab khusus variasi.

Peta kendali untuk data bervariasi digunakan secara berpasangan. Peta atas memantau rata-rata, atau pemusatan distribusi data dari proses. Peta bawah memantau jangkauan, atau lebar distribusi. Jika data anda adalah tembakan dalam latihan menembak, rata-ratanya adalah di mana tembakan terkumpul, dan jangkauannya seberapa rapat mereka terkumpul. Peta kendali untuk data atribut digunakan satu demi satu.

Konsep variabel dan atribut.
  • Variabel adalah karakteristik kualitas yang dapat diukur dan digambarkan dalam skala yang berkelanjutan, misalnya berat, panjang, waktu, temperatur, tegangan, dan sebagainya.
  • Atribut adalah data yang dapat dihitung dan digambarkan sebagai peristiwa atau keadaan terpisah/diskret. Contohnya jumlah cat yang cacat, jumlah lubang pada panjang kabel listrik, dan sebagainya.